Arsitektur Lingkungan

Isu dalam arsitektur lingkungan

Arsitektur berhasil atau gagal

Dampak berhasilnya seorang arsitektur dapat dipengaruhi oleh bagaimana seorang arsitektur menyikapi 3 syarat dibawah ini.

Dalam bidang arsitektur bila membangun sesuatu itu memiliki 3 persyaratan utama yaitu Firmitas,Utilitas dan Venustas.

  1. Firmitas
    Firmitas yaitu kekuatan, kekokohan dan daya tahan sebuah karya arsitektur dan tahan terhadap gangguan apapun. Yang dimaksud adalah suatu karya tidak mudah runtuh terhadap angin, badai, ataupun gempa yang mengguncangnya. Firmitas ini lebih ditujukan kepada dasar perhitungan struktur dan juga pertimbangan- pertimbangan secara sistematis.
  2. Utilitas
    Utilitas yaitu kecocokan antara sebuah karya arsitektur ketika selesai dibangun dan tujuan pemakaiannya. Bisa juga disebut sebagai fungsi dalam penggunaan bangunan. Bangunan bisa dikatakan berhasil bila sarana penunjangnya juga baik dan fungsional. Dengan kata lain, karya arsitektur bisa dikatakan berfungsi jika arsitek tersebut sudah mengikuti ketentuan-ketentuan dan tata cara dalam peraturan yang sudah ada. Apabila arsitek tidak memenuhinya maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi kegagalan seperti jembatan kutai kertanegara tersebut.
  3. Venustas
    Venustas adalah salah satu syarat dalam pembangunan arsitektur menurut teori Vitruvius. Venustas ini mengartikan bahwa keindahan menjadi aspek penting dalam arsitek. Kalau tidak ada keindahan, bagaimana masyarakat dapat merasakan kehadiran arsitektur dalam bangunan. Keindahan yang dimaksud disini adalah rasa yang bisa dirasakan memalui 5 indra kita. Namun keindahan ini hanya bisa dirasakan pada zaman atau masanya saja atau bisa disebut keindahan formal. Bisa dibilang venustas ini merupakan style atau gaya bangunan dalam masanya. Dimana masyarakat sebagai penikmat, perasa dan yang memandang keindahan itu.

Kurangnya daya tanggap seorang arsitektur dalam 3 hal ini, mampu membuat dirinya gagal dalam merancang sesuatu. Contohnya dalam pembangunan, soerang arsitek mengurangi bahan-bahan yang seharus nya dibutuhkan oleh bangunan tersebut, dan dari sini kita lihat, seorang arsitek ini menghilangkan aspek yang pertama, yaitu firmitas. Dan akhirnya bangunan tidak dapat berdiri lama seperti yang telah direncanakan. Arsitek ini pun telah dianggap gagal dalam hal membangun.

Nama     : WIRA SATYA NASUTION

NPM        : 29313339

Kelas       : 2TB02

sumber:

http://mayamarsela.blogspot.com/2012/01/dampak-kegagalan-arsitektur-terhadap.html

GREEN CITY

Green City adalah suatu konsep dari upaya untuk meletarikan lingkungan dengan cara mengembangkan sebagian lingkungan dari suatu kota menjadi lahan-lahan hijau yang alami agar menciptakan kekompakan antara kehidupan alami dari lingkungan itu sendiri dengan manusia dan alat-alat non-alamiah dari manusia itu. Konsep Green City bertujuan agar terdapat keseimbangan dan kenyamanan dari manusia yang menghuni dan lingkungan itu sendiri.

Masalah pemanasan global yang terjadi di bumi ini bukan menjadi suatu topik yang asing lagi di telinga kita. Bahkan banyak sekolah-sekolah dasar yang sudah memperkenalkan masalah ini sejak dini pada anak-anak. Namun banyak orang yang seolah olah menutup telinga mereka akan hal ini. Masih banyak yang kurang peduli pada masalah lingkungan yang terjadi dibumi. Bumi adalah rumah bagi setiap mahluk hidup yang tinggal didalamnya. Bukan hanya tanggung jawab beberapa orang. Perlu kepedulian tinggi bagi seluruh manusia yang tinggal di bumi ini dan bersama-sama menjaga bumi ini menjadi tempat yang nyaman untuk ditinggali.

Menerapkan konsep Green City pada setiap kota di seluruh negara merupakan salah satu bentuk pelestarian keseimbangan alam yang paling mudah dan tepat untuk dilaksanakan. Hanya diperlukan kesadaran penuh akan lingkungan pada setiap masyarakat untuk melakukan penghijauan mulai dari sebagian kecil di rumahnya. Dengan melakukan penghijauan kecil ini, jika dilakukan di semua rumah yang ada disetiap kota, maka secara tidak langsung kota itu bisa disebut green city. Menerapkan pemikiran seperti ini tentu cara yang paling optimal dewasa ini untuk mengatasi masalah lingkungan di bumi ini.

Kota dapat dimasukkan sebagai Green City, antara lain memiliki kriteria sebagai berikut:

  1. Pembangunan kota harus sesuai peraturan undang-undang yang berlaku, seperti Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Penanggulangan Bencana (Kota hijau harus menjadi kota waspada bencana), Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan Undang Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan peraturan lainnya.
  2. Konsep Zero Waste (pengolahan sampah terpadu, tidak ada yang terbuang).
  3. Konsep Zero Run-off (semua air harus bisa diresapkan kembali ke dalam tanah, konsep ekodrainase).
  4. Infrastruktur Hijau (tersedia jalur pejalan kaki dan jalur sepeda).
  5. Transportasi Hijau (penggunaan transportasi massal, ramah lingkungan berbahan bakar terbarukan, mendorong penggunaan transportasi bukan kendaraan bermotor – berjalan kaki, bersepeda, delman/dokar/andong, becak.
  6. Ruang Terbuka Hijau seluas 30% dari luas kota (RTH Publik 20%, RTH Privat 10%)
  7. Bangunan Hijau
  8. Partisispasi Masyarakat (Komunitas Hijau).

Dalam Undang–undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa pelaksanaan penataan ruang merupakan upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan Perencanaan Ruang, Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang. Kebijaksanaan pemanfaatan ruang adalah mewujudkan pelestarian fungsi lingkungan hidup, meningkatkan daya dukung lingkungan alami dengan lingkungan buatan, serta menjaga keseimbangan ekosistem guna mendukung proses pembangunan berkelanjutan untuk kesejahterahan masyarakat.

Kebijaksanaan tersebut dioperasionalkan melalui :

  1. Pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan.
  2. Meningkatkan keseimbangan dan keserasian perkembangan antar bagian wilayah serta keserasian antar sektor melalui pemanfaatan ruang secara serasi, selaras dan seimbang serta berkelanjutan.
  3. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta mencegah timbulnya kerusakan fungsi dan tatanan lingkungan hidup.

Berdasarkan pengertian pemanfaatan ruang menurut undang-undang tersebut pada prinsifnya dalam proses pemanfaatan ruang khususnya di wilayah perkotaan secara menyeluruh dan terpadu, dapat diwujudkan melalui pendekatan Green City. Dengan konsep Green City krisis perkotaan dapat kita hindari, sebagaimana yang terjadi di kota-kota besar dan metropolitan yang telah mengalami obesitas perkotaan, apabila kita mampu menangani perkembangan kota-kota kecil dan menengah secara baik, antara lain dengan penyediaan ruang terbuka hijau, pengembangan jalur sepeda dan pedestrian, pengembangan kota kompak, dan pengendalian penjalaran kawasan pinggiran.

Terdapat beberapa pendekatan Green City yang dapat diterapkan dalam manajemen pengembangan kota.

  1. SMART GREEN CITY PLANNING,

Pendekatan ini terdiri atas 5 konsep utama yaitu:

  1. Konsep kawasan berkeseimbangan ekologis yang bisa dilakukan dengan upaya penyeimbangan air, CO2, dan energi.
  2. Konsep desa ekologis yang terdiri atas penentuan letak kawasan, arsitektur, dan transportasi dengan contoh penerapan antara lain: kesesuaian dengan topografi, koridor angin, sirkulasi air untuk mengontrol klimat mikro, efisiensi bahan bakar, serta transportasi umum.
  3. Konsep kawasan perumahan berkoridor angin (wind corridor housing complex), dengan strategi pengurangan dampak pemanasan. Caranya, dengan pembangunan ruang terbuka hijau, pengontrolan sirkulasi udara, serta menciptakan kota hijau.
  4. Konsep kawasan pensirkulasian air (water circulating complex). Strategi yang dilakukan adalah daur ulang air hujan untuk menjadi air baku.
  5. Konsep taman tadah hujan (rain garden).
  6. PENDEKATAN KONSEP CPULS (CONTINOUS PRODUCTIVE URBAN LANDSCAPE)

Konsep penghijauan kota ini merupakan pengembangan landscape yang menerus dalam hubungan urban dan rural serta merupakan landscape productive.

  1. PENDEKATAN INTEGRATED TROPICAL CITY

Konsep ini cocok untuk kota yang memiliki iklim tropis seperti Indonesia. Konsep intinya adalah memiliki perhatian khusus pada aspek iklim, seperti perlindungan terhadap cuaca, penghutanan kota dengan memperbanyak vegetasi untuk mengurangi Urban Heat Island.

Bukan hal yang tidak mungkin apabila Indonesia menerapkannya seperti kota-kota berkonsep khusus lainnya (Abu Dhabi dengan Urban Utopia nya atau Tianjin dengan Eco-city nya), mengingat Indonesia yang beriklim tropis.

NAMA                  : WIRA SATYA NASUTION

NPM                      : 29313339

KELAS                    : 2TB02

sumber :

  1. http://dhikarusmen.blogspot.com/2012/01/apa-itu-green-city.html
  2. http://werdhapura.penataanruang.net/component/content/article/12-umumic/178-green-city

GREEN ARSITEKTUR

Green Architecture 

  1. Pendahuluan

Green Architecture atau sering disebut sebagai Arsitektur Hijau adalah arsitektur yang minim mengonsumsi sumber daya alam, ternasuk energi, air, dan material, serta minim menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Arsitektur hijau adalah suatu pendekatan perencanaan bangunan yang berusaha untuk meminimalisasi berbagai pengaruh membahayakan pada kesehatan manusia dan lingkungan. Arsitektur hijau merupakan langkah untuk mempertahankan eksistensinya di muka bumi dengan cara meminimalkan perusakan alam dan lingkungan di mana mereka tinggal.

Penerapan arsitektur hijau akan memberi peluang besar terhadap kehidupan manusia secara berkelanjutan. Aplikasui arsitektur hijau akan menciptakan suatu bentuk arsitektur yang berkelanjutan.

Untuk pemahaman dasar arsitektur hijau yang berkelanjutan, meliputi di antaranya lansekap, interior, dan segi arsitekturnya menjadi satu kesatuan. Dalam contoh kecil, arsitektur hijau bisa juga diterapkan di sekitar lingkungan kita.

salnya, dalam perhitungan kasar, jika luas rumah adalah 100 meter persegi, dengan pemakaian lahan untuk bangunan adalah 60 meter persegi, maka sisa 40 meter persegi lahan hijau, Jadi komposisinya adalah 60:40. Selain itu membuat atap dan dinding menjadi konsep roof garden dan green wall. Dinding bukan sekadar beton atau batu alam, melainkan dapat ditumbuhi tanaman merambat. Selain itu, tujuan pokok arsitektur hijau adalah menciptakan eco desain, arsitektur ramah lingkungan, arsitektur alami, dan pembangunan berkelanjutan.

Selain itu, arsitektur hijau diterapkan dengan meningkatkan efisiensi pemakaian energi, air dan pemakaian bahan-bahan yang mereduksi dampak bangunan terhadap kesehatan. Arsitektur hijau juga dapat direncanakan melalui tata letak, konstruksi, operasi dan pemeliharaan bangunan.
PENGELOLAAN AIR

Dalam perencanaan sebuah bangunan, seorang arsitek selalu dihadapkan pada masalah pengolahan air. Air hujan adalah salah satu yang perlu manajemen yang baik supaya tidak mengganggu kenyamanan hidup kita. Air hujan jamaknya dialirkan melalui saluran-saluran (vertikal maupun horizontal) yang ada di dalam lahan sebelum diteruskan ke sistem drainase kota. Pengaliran dengan mengandalkan sistem drainae kota ini terbukti sudah tidak efektif dalam mengelola air hujan.

Salah satu alternatif pengolahan air hujan adalah menggunakan lubang resapan biopori ditemukan oleh Ir. Kamir R. Brata, Msc, seorang Peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB). Resapan biopori meningkatkan daya resapan air hujan dengan memanfaatkan peran aktifitas fauna tanah dan akar tanaman.Lubang resapan biopori adalah lubang silindris berdiameter 10-30 cm yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan kedalaman sekitar 100 cm. Dalam kasus tanah dengan permukaan air tanah dangkal, lubang biopori dibuat tidak sampai melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang kemudian diisi dengan sampah organik untuk memicu terbentuknya biopori.

Biopori adalah pori-pori berbentuk lubang (terowongan kecil) yang dibuat oleh aktifitas fauna tanah atau akar tanaman. Kehadiran terowongan/lubang-lubang biopori kecil tersebut secara langsung akan menambah bidang resapan air. Sebagai contoh, bila lubang dibuat dengan diameter 10 cm dan dengan kedalaman 100 cm, maka luas bidang resapan akan bertambah sebanyak 3140 cm² atau hampir 1/3 m².

Sementara, suatu permukaan tanah berbentuk lingkaran dengan diamater 10 cm, yang semula mempunyai bidang resapan 78.5 cm² setelah dibuat lubang resapan biopori dengan kedalaman 100 cm, luas bidang resapannya menjadi 3.218 cm². Lubang biopori disebar dalam jarak tertentu sesuai dengan luas lahan yang hendak dicover. Selain itu, biopori juga bisa diterapkan diselokan yang seluruhnya tertutup semen. Dibutuhkan dua sampai tiga kilogram sampah lapuk untuk sebuah lubang biopori.

Agar orang yang menginjaknya tidak terperosok, lubang ditutup dengan kawat jaring. Selain memperbesar bidang resapan melalui aktivitas organisme tanah, lubang resapan biopori juga memiliki dapat mengubah sampah organik menjadi kompos. Lubang resapan biopori “diaktifkan” dengan memberikan sampah organik didalamnya.

Sampah inilah yang akan menjadi sumber energi bagi organisme tanah untuk melakukan kegiatan melalui proses dekomposisi. Sampah yang telah didekompoisi ini dikenal sebagai kompos. Melalui proses seperti itu maka lubang resapan biopori akan berfungsi sekaligus sebagai “pabrik” pembuat kompos. Kompos dapat dipanen pada setiap periode tertentu dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada berbagai jenis tanaman. Sampai saat ini belum ditemukan apa yang menjadi kelemahan lubang biopori. Sampah organik yang ada pada lubang biopori dirasa tidak akan mengganggu karena cepat diuraikan.

Arsitek sebagai perencana seyogyanya tidak hanya memikirkan kepentingan bangunan yang dirancangannya, tetapi juga memikirkan bagaimana rancangannya itu dapat mandiri dan tidak menambah beban sistem drainase kota. Karena lahan perkotaan telah telanjur disesaki bangunan, maka sasaran perolehan sel-sel hijau daun beralih pada hamparan atap datar gedung-gedung yang justru lebih banyak dibanjiri cahaya matahari. Sebenarnya gerakan atap hijau telah muncul di Jepang sejak awal abad ke-20 melalui konsep eco-roof, tetapi sifat pengembangannya masih ekstensif.

Atap hijau jenis ini ditandai struktur atap beton konvensional dengan biaya dan perawatan taman relatif murah karena penghijauan atap hanya mengandalkan tanaman perdu dengan lapisan tanah tipis. Ketika Jepang semakin ketat menjaga lingkungan melalui pemberlakuan berbagai tolok ukur bangunan ramah lingkungan, para perancang mulai berpacu mencari solusi cerdas dalam memanfaatkan bidang datar atap bangunan. Salah satunya adalah intensifikasi taman atap, atau upaya memadukan sistem bangunan dengan sistem penghijauan atap sehingga dapat diciptakan taman melayang (sky garden). Berbeda dengan atap hijau ekstensif yang hanya menghasilkan taman pasif, atap hijau intensif dapat berperan sebagai taman aktif sebagaimana taman di darat.

Dengan lapisan tanah mencapai kedalaman hingga dua meter, atap hijau intensif mensyaratkan struktur bangunan khusus dan perawatan tanaman cukup rumit. Jenis tanaman tidak hanya sebatas tanaman perdu, tetapi juga pohon besar sehingga mampu menghadirkan satu kesatuan ekosistem. Walaupun investasi yang dibutuhkan untuk membuat atap hijau cukup tinggi, bukan berarti upaya peduli lingkungan ini bertentangan dengan semangat mengejar keuntungan ekonomi, terbukti kini banyak fasilitas komersial yang menerapkan konsep atap hijau intensif. Salah satu di antaranya adalah Namba Park, sebuah mal gaya hidup di pusat kota Osaka.

Manfaat atap hijau bukan hanya sebatas peningkatan nilai estetika dan penghematan energi, pengurangan gas rumah kaca, peningkatan kesehatan, pemanfaatan air hujan, serta penurunan insulasi panas, suara dan getaran, tetapi juga penyediaan wahana titik temu arsitektur dengan jaringan biotop lokal. Perannya sebagai “batu loncatan” menjembatani bangunan dengan habitat alam yang lebih luas seperti taman kota atau area hijau kota lainnya

Contohnya:
 ARSITEKTUR HIJAU DIRUMAH

Desain rumah yang green architecture bisa diterapkan dirumah kita. Sebagai sebuah kesatuan antara arsitektur bangunan rumah dan taman tentu harus selaras. Untuk mendekatkan diri dengan alam, fungsi ruang dalam rumah ditarik keluar. Ruang tamu di taman teras depan, ruang makan dan ruang keluarga ditarik ke taman belakang atau ke taman samping, atau kamar mandi semi terbuka di taman samping. Sebaliknya, fungsi ruang keluar menerus ke dalam ruang. Ruang tamu atau ruang keluarga hingga dapur menyatu secara fisik dan visual. Rumah dan taman mensyaratkan hemat bahan efisien, praktis, ringan, tapi kokoh dan berteknologi tinggi, tanpa mengurangi kualitas bangunan.

Penempatan jendela, pintu, dan skylight bertujuan memasukkan cahaya dan udara secara tepat, bersilangan, dan optimal pada seluruh ruangan. Keberadaan tanaman hidup di ruang dalam atau di taman (void) berguna menjaga kestabilan suhu udara di dalam tetap segar dan sejuk.

Prinsip-prinsip Green Architecture

Penjabaran prinsi-prinsip green architecture beserta langkah-langkah mendesain green building menurut:Brenda dan Robert Vale, 1991, Green Architecture Design fo Sustainable Future:

  1. Conserving Energy (Hemat Energi)

Solusi yang dapat mengatasinya adalah desain bangunan harus mampu memodifikasi iklim dan dibuat beradaptasi dengan lingkungan bukan merubah lingkungan yang sudah ada. Lebih jelasnya dengan memanfaatkan potensi matahari sebagai sumber energi. Cara mendesain bangunan agar hemat energi, antara lain:

Banguanan dibuat memanjang dan tipis untuk memaksimalkan pencahayaan dan menghemat energi listrik.

Memanfaatkan energi matahari yang terpancar dalam bentuk energi thermal sebagai sumber listrik dengan menggunakan alat Photovoltaic yang diletakkan di atas atap.

Memasang lampu listrik hanya pada bagian yang intensitasnya rendah.

Menggunakan Sunscreen pada jendela yang secara otomatis dapat mengatur intensitas cahaya dan energi panas yang berlebihan masuk ke dalam ruangan.

Mengecat interior bangunan dengan warna cerah tapi tidak menyilaukan, yang bertujuan untuk meningkatkan intensitas cahaya.

Bangunan tidak menggunkan pemanas buatan, semua pemanas dihasilkan oleh penghuni dan cahaya matahari yang masuk melalui lubang ventilasi.

Meminimalkan penggunaan energi untuk alat pendingin (AC) dan lift.

  1. Working with Climate (Memanfaatkan kondisi dan sumber energi alami)

Melalui pendekatan green architecture bangunan beradaptasi dengan lingkungannya. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan kondisi alam, iklim dan lingkungannya sekitar ke dalam bentuk serta pengoperasian bangunan, misalnya dengan cara:

Orientasi bangunan terhadap sinar matahari.

Menggunakan sistem air pump dan cros ventilation untuk mendistribusikan udara yang bersih dan sejuk ke dalam ruangan.

Menggunakan tumbuhan dan air sebagai pengatur iklim. Misalnya dengan membuat kolam air di sekitar bangunan.

Menggunakan jendela dan atap yang sebagian bisa dibuka dan ditutup untuk mendapatkan cahaya dan penghawaan yang sesuai kebutuhan.

  1. Respect for Site (Menanggapi keadaan tapak pada bangunan)

Perencanaan mengacu pada interaksi antara bangunan dan tapaknya. Hal ini dimaksudkan keberadan bangunan baik dari segi konstruksi, bentuk dan pengoperasiannya tidak merusak lingkungan sekitar, dengan cara sebagai berikut.

Mempertahankan kondisi tapak dengan membuat desain yang mengikuti bentuk tapak yang ada.

Luas permukaan dasar bangunan yang kecil, yaitu pertimbangan mendesain bangunan secara vertikal.

Menggunakan material lokal dan material yang tidak merusak lingkungan.

  1. Respect for User (Memperhatikan pengguna bangunan)

Antara pemakai dan green architecture mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Kebutuhan akan green architecture harus memperhatikan kondisi pemakai yang didirikan di dalam perencanaan dan pengoperasiannya.

  1. Limitting New Resources (Meminimalkan Sumber Daya Baru)

Suatu bangunan seharusnya dirancang mengoptimalkan material yang ada dengan meminimalkan penggunaan material baru, dimana pada akhir umur bangunan dapat digunakan kembali unutk membentuk tatanan arsitektur lainnya.

  1. Holistic

Memiliki pengertian mendesain bangunan dengan menerapkan 5 poin di atas menjadi satu dalam proses perancangan. Prinsip-prinsip green architecture pada dasarnya tidak dapat dipisahkan, karena saling berhubungan satu sama lain. Tentu secar parsial akan lebih mudah menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Oleh karena itu, sebanyak mungkin dapat mengaplikasikan green architecture yang ada secara keseluruhan sesuai potensi yang ada di dalam site.

KONSEP ARSITEKTUR HIJAU (GREEN ARCHITECTURE)

Arsitektur hijau adalah suatu pendekatan perencanaan bangunan yang berusaha untuk meminimalisasi berbagai pengaruh membahayakan pada kesehatan manusia dan lingkungan. Sebagai pemahaman dasar dari arsitektur hijau yang berkelanjutan, elemen-elemen yang terdapat didalamnya adalah lansekap, interior, yang menjadi satu kesatuan dalam segi arsitekturnya. Dalam contoh kecil, arsitektur hijau bisa juga diterapkan di sekitar lingkungan kita. Yang paling ideal adalah menerapkan komposisi 60 : 40 antara bangunan rumah dan lahan hijau, membuat atap dan dinding dengan konsep roof garden dan green wall. Dinding bukan sekadar beton atau batu alam, melainkan dapat ditumbuhi tanaman merambat. Tujuan utama dari green architecture adalah menciptakan eco desain, arsitektur ramah lingkungan, arsitektur alami, dan pembangunan berkelanjutan. Arsitektur hijau juga dapat diterapkan dengan meningkatkan efisiensi pemakaian energi, air dan pemakaian bahan-bahan yang mereduksi dampak bangunan terhadap kesehatan. Perancangan Arsitektur hijau meliputi tata letak, konstruksi, operasi dan pemeliharaan bangunan. Konsep ini sekarang mulai dikembangkan oleh berbagai pihak menjadi Bangunan Hijau (green building).

NAMA                  : WIRA SATYA NASUTION

NPM                      : 29313339

KELAS                    : 2TB02

sumber: http://gospoth.blogspot.com/2013/03/green-architecture.html